Senin, 23 November 2015

KONSISTENSI KOMITMEN WAKIL RAKYAT
DALAM PARLEMEN

“Wakil rakyat seharusnya merakyat dan jangan tidur kalau sidang soal rakyat”.
Surat Buat Wakil Rakyat - Iwan Fals

Petikan lirik lagu Iwan Fals itu harusnya mengingatkan setiap wakil rakyat yang melenggang ke Senayan agar selalu dekat dengan rakyat dan memperjuangkan nasib rakyat. Seorang wakil rakyat pastilah mengemban amanat besar untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya.
Menjadi wakil rakyat merupakan suatu tugas mulia dengan tujuan yang mulia pula. Menjadi wakil rakyat haruslah mempunyai komitmen yang tinggi dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebelum pemilu untuk memilih DPR ataupun DPRD, kita bisa lihat ada caleg-caleg yang awalnya berkomitmen tinggi untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya, ada yang menentang korupsi, ada juga yang akan menerapkan gaya blusukan saat bertugas. Namun setelah duduk di kursi yang begitu megahnya seakan membuat semua yang dibicarakan saat kampanye adalah wacana belaka. Alhasil wakil rakyat adem-ayem setelah di parlemen, yang menjadi pertanyaan adalah apakah program-program dikobarkan saat kampanya caleg bisa diwujudkan? Atau hanya sekadar janji-janji penghias atau juga sekadar pemanis agar laris?
Wakil Rakyat apa Wakil-wakil tertentu?
            Sejak orde reformasi, jarang sekali kita melihat seorang wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan hak dan aspirasi rakyat, rakyat menilai bahwa wakil rakyat hanya duduk diam menikmati ruangan ber-AC, tunjangan-tunjangan, dan tentunya permainan politik.
            Jika memang DPR itu adalah wakil rakyat, apa yang sudah dilakukan? Apakah menghabiskan uang dan study tour kesana kemari tanpa manfaat yang jelas bagi bangsa dan negara? Atau sudah berkeliling blusukan dan menyerap aspirasi rakyat, tapi kenapa rakyat banyak menolak program-programnya? Kita tidak pernah tahu, dan juga tidak pernah diberitahu.
            Berikut merupakan beberapa survei yang menunjukan tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja DPR. Pertama, dilansir oleh nasional.kompas.com yaitu survei terhadap kinerja DPR, hanya sebanyak 23,8 persen responden menyatakan puas. Sedangkan, 66,5 persen menyatakan tidak puas. Selain itu, sebanyak 9,7 persen menyatakan tidak tahu. Kedua, Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) meluncurkan hasil survei lanjutan di Jabodetabek yang dilakukan akhir April 2015 lalu. Kali ini hasil survei yang diluncurkan KedaiKOPI ditujukan untuk kinerja DPR dan partai politik. Untuk fungsi penyaluran aspirasi rakyat ternyata mendapat nilai terburuk. Rakyat mencitrakan ‎70,7% tidak puas dan hanya 20,2%. Ketiga, yang dilansir oleh nasional.tempo.com, Survei ini menunjukkan hanya 12,64 persen masyarakat yang menjawab puas terhadap kinerja DPR periode 2009-2014. Sisanya ada 61,68 persen menyatakan tidak puas terhadap kinerja DPR. Sebanyak 25,68 persen menyatakan tidak tahu. Hal ini bisa dijelaskan dengan menelusuri riwayat tiga fungsi dewan: legislasi, penganggaran, dan pengawasan. Bahkan Poltracking Indonesia merilis hasil survei terkait tingkat kepuasan publik terhadap institusi demokrasi selama 17 reformasi. Survei tersebut menunjukkan, peringkat tertinggi ketidakpuasan publik terhadap kinerja institusi demokrasi berada pada lembaga DPR (66,5 persen), disusul partai politik (63,3 persen) dan Polri (55,9 persen). Ini membuktikan citra DPR sebagai wakil rakyat yang merakyat sudah hilang.
Demokrasi Transaksional di Indonesia
                Indonesia tidak lagi dibangun atas dasar nilai demokrasi tetapi transaksional, yaitu tawar menawar kepentingan. Kita bisa lihat contohnya saat pemilu memilih anggota DPR ataupun DPRD, saat masa kampanye banyak para caleg yang memberikan sumbangan ke desa-desa ataupun ke sejumlah orang agar caleg tersebut dipilih. Dalam hal ini, rakyat juga sebenarnya kurang sadar dan perhatian akan hal-hal seperti ini, rakyat hanya membiarkannya begitu saja. Demokrasi transaksional seperti ini mengakibatkan tidak adanya komitmen dan tujuan yang jelas dari caleg-caleg tersebut. Sistem demokrasi kita juga telah dirampok oleh kaum kapitalis sehingga mengesampingkan nilai demokrasi dan tidak memperhitungkan rakyat. Sekarang ini, Indonesia membutuhkan orang-orang khusus yang hidup atas dasar nilai.
Demokrasi Tranasaksional seperti ini juga akan mencederai kehidupan demokrasi di Indonesia. Sepatutnya menjadi seorang wakil rakyat harus ikhlas dan menjadi seseorang yang apa adanya. Yang perlu dilakukan adalah berusaha meyakinan rakyat dengan janji-janji yang realistis yang benar-benar bisa diwujudkan dan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Menjadi Wakil Rakyat yang Memegang Teguh Komitmen
Komitmen diartikan sebagai perjanjian untuk melakukan sesuatu. Sangat susah memang menjadi pribadi yang memegang teguh komitmen dan hidup berlandaskan kejujuran. Membentuk suatu komitmen dalam diri harus dilatarbelakangi dengan tujuan yang jelas, wakil rakyat yang sudah memiliki tujuan untuk mengabdi sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat pasti akan memiliki komitmen yang jelas. Menjadi seseorang yang berkomitmen juga harus didukung dengan rasa simpati dan empati yang tinggi, dengan ini wakil rakyat akan merasa lebih untuk bertanggungjawab terhadap aspirasi-aspirasi rakyat yang belum terwujudkan. Selain itu, dengan berkomitmen berarti seorang wakil rakyat sudah memiliki target yang akan dicapainya. Maka dari itu, seberapa besarpun godaan permainan politik ataupun tindakan lain yang sifatnya merugikan bagi rakyat yang akan dihadapi selama bertugas tidak akan terpengaruh, bahkan menentangnya.
Pada intinya, seorang wakil rakyat harus memiliki dan memegang teguh komitmennya, dan juga memberikan harapan yang pasti kepada konstituennya dan tidak mensia-siakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, dalam setiap kampanye para politisi tidak sembarangan mengumbar janji. Kalaupun ada janji, janji tersebut harus betul-betul bisa dilaksanakan. Memang tidak semua anggota DPR yang hanya duduk diam saat bertugas, tapi kita bisa ketahui dari hasil-hasil survei bahwa masyarakat sebenarnya sudah meragukan kepercayannya terhadap DPR. Mengingat juga bahwa DPR memiliki kewenangan yang makin besar dibanding masa Orde Baru, maka Indonesia memang butuh sebuah konsep yang jelas mengenai cara membangun DPR yang lebih modern.
















DAFTAR PUSTAKA
Sudiartana, I Putu. 2014. Tepati Janji, Emban Amanat Rakyat Bali http://www.negaraindonesia.com/blog/2014/12/30/i-putu-sudiartana-se-mba-putu-liong, diakses pada tanggal, 1 Oktober 2015
           
Gabrillin, Abba. 2015. Survei: DPR, Parpol dan Polri, Tingkat Kepuasan Publiknya Paling Rendah

Anonim. 2013. Lagi, Hasil Survei Kinerja DPR Buruk  

Anonim. 2015. Publik Semakin Tidak Puas Dengan Parpol Dan DPR

Asworo, Hendri. 2015. HASIL SURVEI: Publik Tidak Puas Dengan Hasil Kerja DPR

Dwiana, Ignatius. 2013. Banyak Wakil Rakyat Tidak Punya Komitmen

Anonim. 2013. Menjadi Pribadi yang Memegang Teguh Komitmen

Anonim. 2011. Berkomitmen
http://lesskreatif.blogspot.co.id/2011/10/berkomitmen.html, diakses pada tanggal. 27, September 2015



0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!