KONSISTENSI KOMITMEN WAKIL RAKYAT
DALAM PARLEMEN
“Wakil rakyat seharusnya merakyat
dan jangan tidur kalau sidang soal rakyat”.
Surat Buat Wakil Rakyat - Iwan Fals
Petikan lirik lagu Iwan Fals itu harusnya
mengingatkan setiap wakil rakyat yang melenggang ke Senayan agar selalu dekat
dengan rakyat dan memperjuangkan nasib rakyat. Seorang wakil rakyat pastilah
mengemban amanat besar untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya.
Menjadi
wakil rakyat merupakan suatu tugas mulia dengan tujuan yang mulia pula. Menjadi
wakil rakyat haruslah mempunyai komitmen yang tinggi dengan tujuan untuk
kesejahteraan masyarakat. Sebelum pemilu untuk memilih DPR ataupun DPRD, kita
bisa lihat ada caleg-caleg yang awalnya berkomitmen tinggi untuk memperjuangkan
aspirasi konstituennya, ada yang menentang korupsi, ada juga yang akan
menerapkan gaya blusukan saat bertugas. Namun setelah duduk di kursi yang
begitu megahnya seakan membuat semua yang dibicarakan saat kampanye adalah
wacana belaka. Alhasil wakil rakyat adem-ayem setelah di parlemen, yang menjadi
pertanyaan adalah apakah program-program dikobarkan saat kampanya caleg bisa
diwujudkan? Atau hanya sekadar janji-janji penghias atau juga sekadar pemanis
agar laris?
Wakil
Rakyat apa Wakil-wakil tertentu?
Sejak orde reformasi, jarang sekali
kita melihat seorang wakil rakyat yang benar-benar memperjuangkan hak dan
aspirasi rakyat, rakyat menilai bahwa wakil rakyat hanya duduk diam menikmati
ruangan ber-AC, tunjangan-tunjangan, dan tentunya permainan politik.
Jika memang DPR itu adalah wakil
rakyat, apa yang sudah dilakukan? Apakah menghabiskan uang dan study tour kesana kemari tanpa manfaat
yang jelas bagi bangsa dan negara? Atau sudah berkeliling blusukan dan menyerap
aspirasi rakyat, tapi kenapa rakyat banyak menolak program-programnya? Kita tidak pernah tahu, dan juga
tidak pernah diberitahu.
Berikut
merupakan beberapa survei yang menunjukan tingkat kepuasan rakyat terhadap
kinerja DPR. Pertama, dilansir oleh nasional.kompas.com yaitu survei terhadap
kinerja DPR, hanya sebanyak 23,8 persen responden menyatakan puas. Sedangkan,
66,5 persen menyatakan tidak puas. Selain itu, sebanyak 9,7 persen menyatakan
tidak tahu. Kedua, Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia
(KedaiKOPI) meluncurkan hasil survei lanjutan di Jabodetabek yang dilakukan
akhir April 2015 lalu. Kali ini hasil survei yang diluncurkan KedaiKOPI
ditujukan untuk kinerja DPR dan partai politik. Untuk fungsi penyaluran
aspirasi rakyat ternyata mendapat nilai terburuk. Rakyat mencitrakan 70,7%
tidak puas dan hanya 20,2%. Ketiga, yang dilansir oleh nasional.tempo.com, Survei
ini menunjukkan hanya 12,64 persen masyarakat yang menjawab puas terhadap
kinerja DPR periode 2009-2014. Sisanya ada 61,68 persen menyatakan tidak puas
terhadap kinerja DPR. Sebanyak 25,68 persen menyatakan tidak tahu. Hal ini bisa
dijelaskan dengan menelusuri riwayat tiga fungsi dewan: legislasi,
penganggaran, dan pengawasan. Bahkan Poltracking Indonesia merilis hasil
survei terkait tingkat kepuasan publik terhadap institusi demokrasi selama 17
reformasi. Survei tersebut menunjukkan, peringkat tertinggi ketidakpuasan
publik terhadap kinerja institusi demokrasi berada pada lembaga DPR (66,5
persen), disusul partai politik (63,3 persen) dan Polri (55,9 persen). Ini
membuktikan citra DPR sebagai wakil rakyat yang merakyat sudah hilang.
Demokrasi Transaksional di Indonesia
Indonesia tidak lagi dibangun atas dasar nilai demokrasi
tetapi transaksional, yaitu tawar menawar kepentingan. Kita bisa lihat contohnya
saat pemilu memilih anggota DPR ataupun DPRD, saat masa kampanye banyak para
caleg yang memberikan sumbangan ke desa-desa ataupun ke sejumlah orang agar
caleg tersebut dipilih. Dalam hal ini, rakyat juga sebenarnya kurang sadar dan
perhatian akan hal-hal seperti ini, rakyat hanya membiarkannya begitu saja.
Demokrasi transaksional seperti ini mengakibatkan tidak adanya komitmen dan
tujuan yang jelas dari caleg-caleg tersebut. Sistem demokrasi kita juga telah
dirampok oleh kaum kapitalis sehingga mengesampingkan nilai demokrasi dan tidak
memperhitungkan rakyat. Sekarang ini, Indonesia membutuhkan orang-orang khusus
yang hidup atas dasar nilai.
Demokrasi Tranasaksional seperti ini juga akan
mencederai kehidupan demokrasi di Indonesia. Sepatutnya menjadi seorang wakil
rakyat harus ikhlas dan menjadi seseorang yang apa adanya. Yang perlu dilakukan
adalah berusaha meyakinan rakyat dengan janji-janji yang realistis yang
benar-benar bisa diwujudkan dan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Menjadi Wakil Rakyat yang Memegang Teguh Komitmen
Komitmen
diartikan sebagai perjanjian untuk melakukan sesuatu. Sangat susah memang
menjadi pribadi yang memegang teguh komitmen dan hidup berlandaskan kejujuran. Membentuk
suatu komitmen dalam diri harus dilatarbelakangi dengan tujuan yang jelas,
wakil rakyat yang sudah memiliki tujuan untuk mengabdi sepenuhnya untuk
kemakmuran rakyat pasti akan memiliki komitmen yang jelas. Menjadi seseorang
yang berkomitmen juga harus didukung dengan rasa simpati dan empati yang
tinggi, dengan ini wakil rakyat akan merasa lebih untuk bertanggungjawab
terhadap aspirasi-aspirasi rakyat yang belum terwujudkan. Selain itu, dengan
berkomitmen berarti seorang wakil rakyat sudah memiliki target yang akan
dicapainya. Maka dari itu, seberapa besarpun godaan permainan politik ataupun
tindakan lain yang sifatnya merugikan bagi rakyat yang akan dihadapi selama
bertugas tidak akan terpengaruh, bahkan menentangnya.
Pada intinya, seorang wakil rakyat harus memiliki
dan memegang teguh komitmennya, dan juga memberikan harapan yang pasti kepada
konstituennya dan tidak mensia-siakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dengan
demikian, dalam setiap kampanye para politisi tidak sembarangan mengumbar
janji. Kalaupun ada janji, janji tersebut harus betul-betul bisa dilaksanakan. Memang
tidak semua anggota DPR yang hanya duduk diam saat bertugas, tapi kita bisa
ketahui dari hasil-hasil survei bahwa masyarakat sebenarnya sudah meragukan
kepercayannya terhadap DPR. Mengingat juga bahwa DPR memiliki kewenangan yang
makin besar dibanding masa Orde Baru, maka Indonesia memang butuh sebuah konsep
yang jelas mengenai cara membangun DPR yang lebih modern.
DAFTAR PUSTAKA
Sudiartana, I Putu. 2014. Tepati Janji, Emban Amanat
Rakyat Bali http://www.negaraindonesia.com/blog/2014/12/30/i-putu-sudiartana-se-mba-putu-liong, diakses pada tanggal, 1 Oktober 2015
Gabrillin, Abba. 2015. Survei: DPR, Parpol dan
Polri, Tingkat Kepuasan Publiknya Paling Rendah
http://nasional.kompas.com/read/2015/05/19/19073371/Survei.DPR.Parpol.dan.Polri.Tingkat.Kepuasan.Publiknya.Paling.Rendah, diakses pada tanggal, 30 September 2015
Anonim.
2013. Lagi, Hasil Survei Kinerja DPR Buruk
http://nasional.tempo.co/read/news/2013/10/20/078523131/lagi-hasil-survei-kinerja-dpr-buruk,
diakses pada tanggal, 30 September 2015
Anonim. 2015. Publik Semakin Tidak Puas Dengan
Parpol Dan DPR
http://sp.beritasatu.com/home/publik-semakin-tidak-puas-dengan-parpol-dan-dpr/87883, diakses pada tanggal, 30 September 2015
Asworo, Hendri. 2015. HASIL SURVEI: Publik Tidak
Puas Dengan Hasil Kerja DPR
http://kabar24.bisnis.com/read/20150517/15/434027/hasil-survei-publik-tidak-puas-dengan-hasil-kerja-dpr, diakses pada tanggal, 30 September 2015
Dwiana, Ignatius. 2013. Banyak Wakil Rakyat Tidak
Punya Komitmen
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/banyak-wakil-rakyat-tidak-punya-komitmen, diakses pada tanggal, 27 September 2015
Anonim. 2013. Menjadi
Pribadi yang Memegang Teguh Komitmen
http://www.jawaban.com/read/article/id/2013/11/09/80/131109143624/Menjadi-Pribadi-yang-Memegang-Teguh-Komitmen, diakses pada tanggal, 27 September 2015
Anonim. 2011. Berkomitmen
http://lesskreatif.blogspot.co.id/2011/10/berkomitmen.html, diakses pada tanggal. 27, September 2015
0 komentar:
Posting Komentar